Jumat, 04 Oktober 2013

Uji Bioaktivitas Senyawa Terpenoid Pada Tumbuhan Pare Belut Sebagai Antijamur




Senyawa  terpenoid  terdiri  atas  beberapa  unit  isoprene, mempunyai struktur siklik dengan satu atau lebih gugus fungsional berupa gugus hidroksil dan gugus karbonil (Rusdi, 1988). Secara  kimia  terpenoid  larut  dalam  lemak  dan  terdapat  di  dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya terpenoid diekstraksi dari jaringan tumbuhan  dengan memakai eter atau kloroform, dan dapat dipisahkan secara kromatografi  pada silika gel atau alumina menggunakan pelarut eter atau kloroform (Harborne, 1996).
 Kebanyakan  peneliti  berpendapat  bahwa  fungsi  terpenoid  rendah  dalam  tumbuhan,  lebih  bersifat  ekologi  daripada  fisiologi.  Banyak  senyawa  ini  yang menghambat  pertumbuhan  tumbuhan  pesaingnya  dan  dapat  bekerja  sebagai  insektisida  atau  berdaya  racun  terhadap  hewan  tinggi  (Robinson,1995).  Contoh  senyawa  yang  termasuk  terpenoid  dapat  dilihat  pada  Gambar  4.  Salah  satu  senyawa  terpenoid  yang  mempunyai  aktivitas  antijamur  adalah  (R)-6-[(Z)-1- heptenil]-5,6-dihidro-2H-piran-2-one yang diisolasi dari Hyptis ovalifolia Benth.  Senyawa  ini  menunjukkan  aktivitas  antijamur  secara  in  vitro  terhadap Microsporum  canis,  Microsporum  gypseum,  Tricophyton  mentagrophytes,  dan Tricophyton rubrum.
 Metode Pengujian Aktivitas Antijamur
Prinsip  umum  dalam  menentukan  aktivitas  antijamur  adalah  dengan  melihat  adanya  hambatan  pertumbuhan  jamur.  Zat  antijamur  dapat  diperoleh  dari  hasil  fermentasi,  sintetik,  dan  dari/hasil  isolasi  tanaman.  Metode  untuk  pengujian  antijamur adalah metode difusi agar. Metode ini dibagi menjadi tiga yaitu metode  lubang, metode gores silang dan metode cakram kertas.
a. Metode Lubang/Perforasi
Jamur  uji  yang  umurnya  18-24  jam  disuspensikan  ke  dalam  media  agar pada  suhu  sekitar  45°C.  Suspensi  jamur  dituangkan  ke  dalam  cawan  petri  steril. Setelah  agar  memadat,  dibuat  lubang-lubang  dengan  diameter  6  mm  kemudian dimasukkan  larutan  zat  yang  akan  diuji  aktivitasnya  sebanyak  20µL  dan  diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Aktivitas antijamur dapat dilihat dari  daerah bening yang mengelilingi lubang perforasi(Anonim, 1993).
b.  Metode Gores Silang
Zat  yang  akan  diuji  diserapkan  ke  dalam  kertas  saring  dengan  cara  meneteskan pada kertas saring kosong larutan antijamur sejumlah volume tertentu  dengan  kadar  tertentu.  Kertas  saring  tersebut  diletakkan  di  atas  permukaan  agar  padat,  kemudian  digores  dengan  suspensi  jamur  90%  pada  agar  melalui  kertas  saringnya, diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37°C. Aktivitas antijamur dapat  dilihat  dari  daerah  bening  yang  tidak  ditumbuhi  jamur  dekat  kertas  saring
c. Metode Cakram Kertas
Zat  yang  akan  diuji  diserapkan  ke  dalam  cakram  kertas  dengan  cara  meneteskan  pada  cakram  kertas  kosong  larutan  antijamur  sejumlah  volume  tertentu dengan kadar tertentu pula. Cakram kertas diletakkan di atas permukaan  agar padat yang telah dituangkan jamur sebelumnya. Cawan petri diinkubasi pada  suhu 30°C selama 2 sampai 4 hari. Aktivitas antijamur dapat dilihat dari daerah  hambat di sekeliling cakram kertas.    
Percobaan Pengujian Aktivitas Antijamur Ekstrak Metanol
Ekstrak metanol kental yang didapatkan dari ekstraksi maserasi, kemudian  dilakukan pengujian aktivitas antijamur untuk mengetahui apakah ekstrak metanol  mempunyai aktivitas antijamur atau tidak. Uji aktivitas antijamur ekstrak methanol  dilakukan terhadap jamur C. albicans, Tricophyton sp, A. niger dan M. gypseum.  Penelitian menggunakan  2  metode  yaitu, metode difusi agar  yang diberi  lubang  (metode  perforasi)  dengan  diameter  lubang  6  mm  untuk  C.  albicans  karena pertumbuhan jamur ini merata pada media agar dan hifa yang dimiliki oleh jamur  C. albicans ini pendek, sedangkan untuk jamur uji  A. niger, Tricophyton .sp dan  M.  gypseum  menggunakan  metode  gores  silang,  karena  pertumbuhan  jamur  ini  tidak  merata  pada  bagian  media  agar  dan  mempunyai  hifa  yang  panjang.
Penelitian ini menggunakan 4 jamur uji dengan tujuan untuk mengetahui ekstrak  metanol tersebut positif  sebagai  antijamur  terhadap semua jamur uji atau hanya  terhadap jamur tertentu saja.  Ekstrak  metanol  tersebut  dibuat  beberapa  konsentrasi  dengan  melarutkannya  dalam  pelarut  Dimetil  Sulfoksida  (DMSO).  DMSO  digunakan  sebagai  pelarut  untuk  kontrol  negatif,  karena  DMSO  merupakan  pelarut  polar  aprotik, tidak berwarna yang dapat melarutkan senyawa polar dan nonpolar yang  mempunyai  range  luas  dari  pelarut  organik    seperti  halnya  air  dan  tidak  mempunyai  aktivitas  biologi.  Titik  didihnya  tinggi  sehingga  menguap  secara  perlahan  pada  tekanan  udara  normal  dan  titik  bekunya  juga  tetap  tinggi   dan  DMSO  tidak  aktif  sebagai  antijamur  yang  telah  dilakukan dan dibuktikan dalam penelitian Harliana, 2006.
Pembahasan
Ekstrak  metanol aktif menghambat pertumbuhan jamur C. albicans. Ekstrak metanol tidak aktif menghambat pertumbuhan jamur A. niger, Tricophyton sp, dan M. gypseum. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya daerah bening.  Penelitian  Harliana  menunjukkan  bahwa  ekstrak  metanol  pare  belut dapat menghambat  pertumbuhan jamur C. albicans sedangkan untuk ketiga  jamur  lainnya  tidak  dapat  menghambat  pertumbuhan  jamurnya,  sehingga  untuk  selanjutnya dilakukan uji antijamur hanya terhadap jamur C. albicans saja.
Permasalahan:
Dari artikel di atas, bagaimanakah cara kerja senyawa terpenoid dalam tumbuhan pare sehingga dapat menjadi antijamur? Apakah dalam melawan jamur senyawa terpenoid ini bekerja secara spesifik hanya pada jamur itu sendiri atau dapat mempengaruhi gangguan-gangguan tubuh yang lain?

1 komentar:

  1. menurut salah satu literatur yang saya baca Pare belut ( trichosantes anguina L.) merupakan tumbuhan yang telah diteliti memiliki unsur-unsur yang bermanfaat untuk pengobatan. Penapisan fitokimia dan uji penegasan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) terhadap ekstrak kloroform menunjukkan adanya golongan alkaloid, tanin, fenolat, flavonoid, dan terpenoid.yang berfungsi sebagai antioksidan, antibakteri dan antifungi .6-7 Efek antifungi pada pare belut memiliki efek yang berpengaruh
    dalam penghambatan pembentukan sitokin yang dihasilkan oleh keratinosit sebagai reaksi pertahanan tubuh terhadap infeksi.
    Terpen atau terpenoid aktif terhadap bakteri, fungi, virus, dan protozoa. Mekanisme kerja terpen belum diketahui dengan baik dan dispekulasi terlibat dalam perusakan membran sel oleh senyawa lipofilik (Indobic,2009). Mekanisme kerja antibakteri pada umumnya menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengiritasi dinding sel, menggumpalkan protein bakteri sehingga terjadi hidrolisis dan difusi cairan sel yang disebabkan karena perbedaan tekanan osmose.
    untuk yg lbih spesifik nya saya belum mengetahui jawaban dari pertanyaan saudari, untuk itu maaf jika pertanyaan saya belum tepat. trims semoga dapat membantu

    BalasHapus