Senin, 30 September 2013

Elusidasi / Penentuan Struktur Senyawa Turunan Terpenoid



1.      Penentuan Sruktur Senyawa
-          Analisis Spektrum IR
Pada fraksi C2-1, spectrum IR yang dihasilkan menunjukkan adanya pita serapan gugus fungsi OH pada bilang gelombang 3423,4 cm-1 ; vibrasi ulur C-H sp3 pada bilangan gelombang 2933,5 cm-1 dan 2852,5 cm-1 ; C=C pada bilangan gelombang 1627,9 cm-1 ; vibrasi tekuk CH3 pada bilangan gelombang 1449,4 cm-1. Bilangan gelombang tersebut menunjukkan bahwa senyawa pada fraksi C2-1 merupakan senyawa alifatik.
Pada fraksi C11-2, spectrum IR yang dihasilkan menunjukkan adanya pita serapan gugus fungsi OH pada bilang gelombang 3433,1 cm-1 ; vibrasi ulur C-H sp3 pada bilangan gelombang 2922,0 cm-1 dan 2852,5 cm-1 ; C=C pada bilangan gelombang 1627,8 cm-1 ; vibrasi tekuk CH3 pada bilangan gelombang 1382,9 cm-1 ; C-O pada bilangan gelombang 1041,5 cm-1. Bilangan gelombang tersebut menunjukkan bahwa senyawa pada fraksi C11-2 merupakan senyawa alifatik dan tidak terglukasi karena tidak menunjukkan adanya pelebaran puncak OH yang menandakan senyawa yang terglukasi.
Dari hasil pengukuran IR pada kedua fraksi, dapat diduga kedua fraksi terdapat senyawa yang sama, berdasarkan spectrum pada kedua senyawa terdapat gugus-gugus yang sama dengan hal ini menunjukkan kedua fraksi memiliki pola kromatogram yang mirip.
-          Analisis Spektrum NMR

Analisis spectrum NMR 1H
Analisis spectrum NMR 1H terhadap fraksi  C11-2 dan C2-1 dilakukan untuk mengetahui gambaran berbagai jenis atom hydrogen dalam molekul. Spectrum NMR 1H senyawa dari fraksi C2-1 dan C11-2 memperlihatkan pada geseran 0,51-2,27 ppm merupakan sinyal untuk H yang terikat dengan karbon sp3. Pada geseran sekitar 3,34 ppm merupakan sinyal untuk H yang terikat dengan C heteroatom atau lebih spesifik dengan C metoksil (C-O). dan pada geseran 4,63-5,15 ppm merupakan sinyal untuk H yang terikat dengan C ikatan rangkap. Dari spectrum ini dapat disimpulkan bahwa senyawa yang berhasil di isolasi merupakan senyawa alifatik dengan ikatan rangkap, memilki ikatan heteroatom, dan tidak memilkii gugus karbonil.

Analisis Spektrum NMR 13C
Analisis spectrum NMR 13C dimaksudkan untuk menentukan kerangka karbon yang dimilki oleh senyawa. Pada spectrum ini dapat diketahui jumlah karbon dan jenis karbonnya (metal, metilen, metin, atau karbon quartener).
Spectrum NMR 13C Decopling
Spectrum ini menunjukkan seluruh karbon yang terdapat di senyawa dengan menghilangkan pengaruh atom tetangga (decopling) akan tetapi pada spectrum ini tidaka ada pembeda untuk jenis karbonnya. Pada pengukuran NMR 13C terlihat geseran spectrum dimulai dari geseran 11,8-147,70. Perhitungan jumlah karbon berdasarkan analisis spekrum ini didapat jumlah karbon senyawa pada fraksi C2-1 adalah 30.[1][4]


Permasalahan :
Berdasarkan artikel diatas, penentuan struktur senyawa turunan terpenoid dapat ditentukan melalui beberapa analisis yaitu analisis NMR dan iMR . Apakah besar kecilnya hasil analisis NMR dan iMR mempengaruhi struktur terpenoid itu sendiri?

Jumat, 27 September 2013

Isolasi dan Pemurnian Terpenoid




Secara umum ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian tunbuhan seperti bunga, buah, daun, kulit batang dan akar menggunakan sistem maserasi menggunakan pelarut organik polar seperti metanol. Beberapa metode ekstraksi senyawa organik bahan alam yang umum digunakan antara lain: Maserasi, Perkolasi, Sokletasi, Destilasi Uap, Pengempaan.
Fraksinasi pada prinsipnya adalah proses penarikan senyawa pada ekstrak dengan menggunakan 2 macam pelarut yang tidak saling bercampur. Pelarut yang umumnya digunakan adalah n-heksan, etil asetat dan methanol.
Proses pemisahan dan pemurnian bertujuan untuk mendapatkan senyawa murni dari fraksi yang ada. Dimana dalam hal ini difokuskan pada pemisahan dan pemurnian fraksi senyawa n-heksana saja.  Dalam proses pemisahan dan pemurnian ini di lakukan dengan metode kromatografi kolom tetapi sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu analisis dilakukan dengan kromatografi lapis tipis.
Pemisahan pertama dilakukan dengan menggunakan KVC, pelarut yang digunakan merupakan pelarut organik yang ditingkatkan kepolarannya secara gradien. Pada pemisahan ini digunakan pelarut n-heksan dan etil asetat. Berdasarkan analisa kromatogram KLT fraksi heksana pada eluen heksana dan etil asetat dengan beberapa komposisi perbandingan maka KVC dilakukan dengan beberapa perbandingan yaitu 100% n-heksan sebanyak 2 kali :24:1 sebanyak 3 kali : 21 : 4 sebanyak 4 kali ; 18:7 sebanyak 2 kali; 15 :10 sebanyak 2 kali ; 9:16 sebanyak 2 kali; 6:19 sebanyak 2 kali; 3:22 sebanyak 2 kali dan 100% asetat sebanyak 2 kali dengan volume 50 mL setiap kali elusi. KVC fraksi heksan dengan massa 4,1 gram menghasilkan 22 fraksi.
Fraksi yang memiliki pola kromatogram yang sama digabungkan hingga mendapatkan 5 fraksi gabungan. Massa dari masing-masing fraksi tersebut adalah fraksi A (1-4) sebanyak 838 mg, fraksi B (5) sebanyak 1.082 mg, fraksi C (6-7) sebanyak 1.017 mg, fraksi D dan E (8-17) sebanyak 82 mg dan fraksi F (128-22) sebanyak 91 mg. Fraksi-fraksi gabungan dianalisis dengan KLT menggunakan eluen heksana : etil asetat dengan perbandingan 6 : 4.
Analisa kromatogram 24 fraksi yang diperoleh dari hasil KVC dapat digabungkan berdasarkan kesamaan Rf menjadi 8 fraksi. Massa masing-masing fraksi tersebut adalah fraksi C1 (1-6) sebanyak 15 mg, C7 (7) sebanyak 15 mg, C2 (8-10) sebanyak 126 mg, C11 ( 11)sebanyak 117 mg, C3 (12-14) sebanyak 149 mg, C4 (15-19) sebanyak 188 mg, C20 (20) sebanyak 59 mg dan C5 (21-24) sebanyak 207 mg.
Hasil penggabungan fraksi dalam C2 dan C11 berbentuk kristal. Rekristalisasi dilakukan dengan melarutkan fraksi kristal dengan metanol panas yang kemudian didinginkan. Setelah didinginkan terbentuk kristal yang tidak larut di dialam metanol. Kristal tersebut dipisahkan dengan menggunkan kertas saring. Dengan menggunakan teknik pemurnian rekristalisasi pada kedua difraksi tersebut didapat beberapa fraksi kristal. Fraksi- fraksi  tersebut diuji kemurniannya dengan KLT dan dilihat pula kromtogramnya untuk mengetahui senyawa yang sama atau tidak pada hasil kemurnian dengan rekristalisasi tersebut. Dari fraksi-fraksi hasil diperoleh fraksi murni yakni C2 – 1 dan C11-2. Hasil rekritalisasi kedua fraksi tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan FT-IR dan NMR.[1][3]

Permasalahan:
Dalam proses isolasi tidak hanya menggunakan satu metode saja. Dari tiap metode yang digunakan dapat menghasilkan jumlah fraksi yang berbeda-beda pula. Mengapa penggunaan metode yang berbeda tersebut dapat mempengaruhi jumlah fraksi – fraksi yang diperoleh?            





Kamis, 19 September 2013

Terpenoid



          Terpenoid merupakan komponen – komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan disebut sebagai minyak atsiri. Minyak atsiri bukanlah senyawa murni akan tetapi merupakan campuran senyawa organik yang kadangkala terdiri dari lebih dari 25 senyawa atau komponen yang berlainan.
          Minyak atsiri pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara sederhana, yaitu dengan perbandingan atom hydrogen dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid yaitu 8:5. Dengan perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut termasuk golongan terpenoid.
          Secara umum biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar, salah satunya adalah pembentukan isopren aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat.  Disini asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis clasein menghasilkan asam asetoasetat. Selanjutnya senyawa ini dengan asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalinat.

Permasalahan:
Mengapa pada tahap awal reaksi biosintesa senyawa terpenoid pada wacana diatas melibatkan peran koenzim A sebagai pengaktif, apakah tidak dapat digantikan oleh enzim lain , sedangkan setiap enzim tersebut memiliki peran yang sama dalam suatu reaksi !