1. Cari
artikel tentang teknik identifikasi suatu senyawa terpenoid . Mengapa dengan
reagen tersebut tidak cocok untuk mengidentifikasi golongan lain seperti
alkaloid, flavonoid atau fenolik lain. Sebutkan dasar literatur, nama dan
alamat Web !
2. Dengan
cara yang sama cari teknik isolasi tentang senyawa terpenoid, Jelaskan dasar
ilmiah penggunaan pelarut dan teknik-teknik isolasi dan purifikasinya!
3. Pelajari
cara biosintesis suatu terpenoid, identifikasilah sekurang-kurangnya 5 jenis
reaksi organik yang berkaitan dengan biosintesis tersebut dan jelaskan
reaksinya!
4. Salah
satu bioaktivitas terpenoid berhubungan dengan hormon laki-laki dan perempuan
(testosteron dan esterogen). Jelaskan gugus fungsi yang mungkin berperan
sebagai hormon baik pada testosteron dan estrogen!
JAWAB:
1. IDENTIFIKASI TERPENOID
Ekstraksi
senyawa terpenoid dilakukan dengan dua cara yaitu: melalui sokletasi dan
maserasi. Sekletasi dilakukan dengan melakukan disokletasi pada serbuk kering
yang akan diuji dengan 5L n-hexana. Ekstrak n-hexana
dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktifitas
bakteri. Teknik maserasi menggunakan pelarut methanol. Ekstrak methanol
dipekatkan lalu lalu dihidriolisis dalam 100 mL HCl 4M.hasil hidrolisis
diekstraksi dengan 5 x 50 mL n-heksana.
Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu
disabunkan dalam 10 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji
fitokimia dan uji aktivitas bakteri. Uji aaktivitas bakteri dilakukan dengan
pembiakan bakteri dengan menggunakan jarum ose yang dilakukan secara aseptis.
Lalu dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 2mL Meller-Hinton broth kemudian
diinkubasi bakteri homogen selama 24 jam pada suhu 35°C.suspensi baketri
homogeny yang telah diinkubasi siap dioleskan pada permukaan media
Mueller-Hinton agar secara merata dengan menggunakan lidi kapas yang steril.
Kemudian tempelkan disk yang berisi sampel, standar tetrasiklin serta
pelarutnya yang digunakan sebagai kontrol. Lalu diinkubasi selama 24 jam pada
suhu 35°C. dilakukan pengukuran daya hambat zat terhadap baketri.
Uji
fitokimia dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard.
Perekasi Lebermann-Burchard merupakan campuran antara asam setat anhidrat dan
asam sulfat pekat. Alasan digunakannya asam asetat anhidrat adalah untuk
membentuk turunan asetil dari steroid yang akan membentuk turunan asetil
didalam kloroform setelah. Alasan penggunaan kloroform adalah karena golongan
senyawa ini paling larut baik didalam pelarut ini dan yang paling prinsipil
adalah tidak mengandung molekul air. Jika dalam larutan uji
terdapat molekul air maka asam asetat anhidrat akan berubah menjadi asam
asetat sebelum reaksi berjalan dan turunan asetil tidak akan terbentuk.
Sumber literatur dan alamat Web:
Harborne JB. 1987. Metode
Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah. Bandung :
Penerbit ITB
Berdasarkan
literatur di atas, reagen Lieberman- Bruchard merupakan campuran antara H2SO4
dengan asam asetat anhidrat. Penggunaan
asam asetat akhirat adalah untuk membentuk turunan asetil dari steroid.
Sedangkan H2so4 berfungsi sebagai katalis memutus ikatan
karbonil pada asam asetat anhidrat sehingga menghasilkan hasil samping reaksi
berupa CH3COOH.Secara spesifik hanya dapat digunakan untuk
identifikasi keberadaan senyawa terpenoid dan turunannya saja dan tidak dapat
digunakan untuk uji senyawa bahan alam lainnya seperti alkaloid, flavonoid
maupun senyawa fenolik lainnya. Hal ini dikarenakan pada identifikasi terpenoid
reagen Lieberman- Bruchard akan bereaksi dengan menyerang gugus OH pada
struktur suatu terpenoid dalam posisi β,. Selain
itu, penyerangan reagen tersebut menyebabkan gugus OH akan mengalami pergeseran panjang
gelombang yang diserap sehingga warna yang ditimbulkan pun berbeda pula.
Akibatnya, akan sangat menentukan sekali terhadap senyawa terpenoid yang
teridentifikasi. Berikut contoh reaksi reagen lieberman-bruchard dalam uji senyawa terpenoid pada kolesterol :
2.
Pemisahan dan Pemurnian Fraksi Etil Asetat
dengan kolom KVC
Hasil pemurnian 7 g ekstrak etil
asetat dengan teknik kolom kromatografi vakum cair dan dielusi dengan pelarut
secara bergradien mempergunakan pelarut heksan, etil asetat dan methanol,
dengan volume masing-masing eluen sebanyak 200 ml, di tampung dengan vial 15 ml, setiap
vial diberi nomor diperoleh 224 vial, setelah vial di keringkan pada suhu kamar
pada vial nomor 99 sampai 140 terbentuk padatan putih kekuningan, setelah
dianalisa dengan KLT, vial dengan pola noda yang sama digabung, sehingga
diperoleh 6 Fraksi. Ternyata vial dengan nomor 130 (F4) memperlihatkan noda
tunggal, dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini:
No
|
Fraksi
|
No Vial
|
KLT
|
1.
|
F1
|
99-112
|
Tailing
|
2.
|
F2
|
113-126
|
Dua noda tailing
|
3.
|
F3
|
127-129
|
Tailing
|
4.
|
F4
|
130
|
Satu noda
|
5.
|
F5
|
131-135
|
Tailing
|
6.
|
F6
|
136-140
|
Tiga noda memanjang
|
Selanjut
nya dilakukan rekristalisasi terhadap vial dengan nomor 130 (F4) dengan pelarut heksan dan methanol
diperoleh padatan putih amorf sebanyak 23 mg yang larut baik dalam pelarut etil
asetat. Kemudian dilakukan penentuan jarak leleh, dimana senyawa hasil isolasi
meleleh pada pada suhu 243 – 245 0C dengan ranji jarak leleh yang tidak lebih
dari 2 0C , meng
indikasikan senyawa relativ telah murni. Selanjutnya pengujian kemurnian
terhadap senyawa hasil isolasi dilakukan dengan metoda Kromatografi Lapis Tipis
dengan berbagai komposisi eluen memperlihatkan noda tunggal yaitu Rf o,18
(n-Heksan: Etil Asetat (1:9)), Rf 0,23 (EtilAsetat (100 %)), Rf 0,68
(EtilAsetat : Metanol(9:1)), Rf 0,38 (EtilAsetat :Diklorometan (8:2)), Rf 0,48
(Etil Asetat : Diklorometan (9:1) berdasarkan percobaan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa senyawa hasil isolasi relativ murni Berikut nilai Rf senyawa
hasil isolasi dengan berbagai komposisi eluen seperti tercantum pada Tabel 4 di
bawah ini.
Tabel 4. Nilai Rf dari KLT senyawa hasil
isolasi
No
|
Pengelusi
|
Rf
|
1
|
n-Heksana : Etil asetat
(1:9)
|
0,18
|
2
|
Etil asetat (100 %)
|
0,23
|
3
|
Etil asetat : Metanol (9:1)
|
0,68
|
4
|
Etil asetat : Diklorometana
(8:2)
|
0,38
|
5
|
Etil
asetat : Diklorometana (9:1)
|
0,48
|
Data perlakuan dengan kromatografi lapis tipis untuk berbagai tingkat
kepolaran eluen seperi tercantum pada Tabel 4 di atas dan gambarnya dapat
dilihat pada lampiran lima, menunjukkan bahwa senyawa hasil isolasi yang
diperoleh memperlihatkan noda tunggal. Berdasarkan hasil uji titik leleh dan KLT,
dapat disimpulkan bahwa senyawa
hasil isolasi telah murni dan siap dilakukan pengukuran spektroskopi.
Sumber literatur dan alamat Web
:
ARTIKEL
ISMARTI
Hostettmann, K, Hostettmann, M.,
dan Marston, A. 1997. Cara Kromatografi Preparatif: Penggunaan pada Isolasi
Senyawa Bahan Alam, Terjemahan Kosasih Padmawinata. ITB, Bandung.
Berdasarkan artikel di atas, bahwa penggunaan pelarut dalam isolasi dan
purifikasi senyawa bahan alam terpenoid dan turunannya ditentukan melalui
teknik KLT . Pelarut yang diperoleh berdasarkan prinsip “Iike disolve Lies”,
dimana kepolaran antara pelarut dengan senyawa yang akan diisolasi harus
sesuai atau hampir menyamai. Lalu, ekstrak kental yang positif menggandung
terpenoid dipisahkan melalui kromatografi kolom dengan menggunakan berbagai
pelarut organik dengan perbandingan volume seperti (silika
gel 60, n-heksana : eter : etilasetat : etanol (2:3:3:2)). Fraksi yang positif mengandung
terpenoid dengan noda tunggal dilanjutkan dengan uji kemurnian secara KLT
dengan beberapa campuran eluen. Bila tetap menghasilkan satu noda maka fraksi
tersebut dapat dikatakan sebagai isolat relatif murni secara KLT.
Sedangkan untuk teknik isolasi yang digunakan secara umum adalah dengan dua
cara yaitu: melalui sokletasi dan maserasi. Sokletasi
dilakukan dengan melakukan mensokletasi
serbuk kering yang akan diuji dengan 5L n-hexana. Ekstrak n-hexana dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji
fitokimia dan uji aktifitas bakteri. Teknik maserasi, prinsipnya yaitu
perendaman sampel dengan menggunakan pelarut organik contohnya methanol. Ekstrak methanol
dipekatkan lalu lalu dihidriolisis dalam 100 mL HCl 4M.hasil hidrolisis
diekstraksi dengan 5 x 50 mL n-heksana.
Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu
disabunkan dalam 10 mL KOH 10%.
3.
Biosintesis Senyawa
Terpenoid
Secara umum
biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar, yaitu:
1. Pembentukan isoprene aktif berasal
dari asam asetat melalui asam mevalonat.
2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isoprene akan
membentuk mono-,seskui-, di -sester-, dan
poli-terpenoid.
3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20
menghasilkantriterpenoid dan steroid.
Adapun jenis reaksi yang dapat ditemui dalam proses
biosintesis senyawa terpenoid antara lain :
Terpenoid
terbentuk oleh beberapa unit isopren yang berasal dari asetil Koenzim A (KoA) dengan
reaksi biosintesis melalui jalur asam mevalonat. Dua asetil KoA membentuk
asetoasetil KoA melalui reaksi Kondensasi Claisen. Asam asetoasetil KoA
yang terbentuk bergabung dengan asetil KoA membentuk glutarat KoA melalui reaksi
kondensasi aldol. Setelah glutarat KoA terbentuk terjadi pembentukan asam
mevalonat melalui reaksi hidrolisis dan reduksi. Enzim ortofosforilase
mengkatalisis pembentukan 3,5-diortopirofosfomevalonat melalui reaksi
fosforilasi, kemudian mengalami dekarboksilasi dan defosforilasi
membentuk isopentenil pirofosfat (IPP). IPP mengalami isomerisasi menjadi
dimetilalil pirofosfat (DMAPP). IPP adalah unit isoprena aktif yang dapat
bergabung secara kepala ke ekor (head to tail) dengan DMAPP membentuk
geranil pirofosfat (GPP) yang merupakan senyawa intermediet untuk monoterpen.
Proses tersebut dapat terus berlangsung dengan penambahan IPP terhadap GPP
dengan katalis enzim menghasilkan farnesil pirofosfat (FDP) yang merupakan
senyawa intermediet untuk seskuiterpen, begitu pula untuk pembentukan
geranil-geranil pirofosfat (GGPP) yang merupa kan senyawa intermediet untuk
diterpen. Reaksi biosintesis pembentukan terpenoid disajikan pada Gambar 2
(Kesselmeier dan Staudt, 1999). Terpen yang telah terbentuk dapat mengalami
perubahan akibat peristiwa reduksi, oksidasi, esterifikasi dan siklisasi.
Berikut
merupakan contoh mekanisme biosintesis salah satu senyawa terpenoid yaitu monoterpenoid:
Sumber :
http://dc314.4shared.com/doc/5KpoKJFS/preview_html_m4c968109.gif
http://almahdievan.wordpress.com/2013/04/10/21/
http://materikuliahjr.blogspot.com/p/terpenoid.html
4.
Bioaktivitas terpenoid
berhubungan dengan hormon laki-laki dan perempuan (testosteron dan esterogen)
dipengaruhi oleh gugus fungsi dari senyawa steroid. Hormon steroid berasal dari
kolesterol dan berstruktur inti perhidrosiklopentanolfenantren yang terbagi
atas tiga cincin sikloheksana. Steroid merupakan
senyawa organik dari lemak sterol tidak terhidrolisis yang dapat
dari hasil reaksi penurunan dari terpena atau skualena. Steroid merupakan
kelompok senyawa yang penting dengan struktur dasar sterana jenuh (bahasa
Inggris: saturated tetracyclic hydrocarbon :
1,2-cyclopentanoperhydrophenanthrene) dengan 17 atom karbon dan 4 cincin.
Senyawa yang termasuk turunan steroid, misalnya kolesterol, ergosterol,
progesteron, dan estrogen, androgen, Glikokortikoid, mineralkortikoid . Pada
umunya steroid berfungsi sebagai hormon. Steroid mempunyai struktur dasar yang
terdiri dari 17 atom karbon yang membentuk tiga cincin sikloheksana dan satu
cincin siklopentana. Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid yang lain
terletak pada gugus fungsional yang diikat oleh ke-empat cincin ini dan tahap
oksidasi tiap-tiap cincin.
Senyawa
steroid terdapat pada hewan, tanaman tingkat tinggi bahkan terdapat pula pada
beberapa tanaman tingkat rendah seperti jamur (fungi). Steroid banyak terdapat
di alam tetapi dalam jumlah yang terbatas dan mempunyai aktivitas biologis,
yang mempunyai karakteristik tertentu yaitu seperti 1) substitusi oksigen pada
atom C-3 yang merupakan sifat khas steroid alam 2) subsitusi gugus metil
angular pada atom C-10 dan C-13 yang dikenal dengan atom C-18 dan C-19, kecuali
pada senyawa steroid dengan cincin A berbentuk benzenoid, seperti pada kelompok
estrogen. Umumnya
turunan steroid yang berperan sebagai hormon kelamin memiliki molekul bersifat
planar dan tidak lentur. Kerangka dasar siklopentanaperhidrofenantren, bersifat
rigid 3 aspek stereokimia dari hormon kelamin yang dapat mempengaruhi aktivitas
:
a.
Letak gugus pada cincin,
aksial atau Ekuatorial
b.
Posisi gugus pada bidang,
konfigurasi α atau ß, dan isomer cis atau Trans.
c.
Konformasi cincin
sikloheksan, bentuk kursi atau perahu.
Kolesterol
mengandung 27 atom karbon, setelah hidroksilasi dari kolesterol pada atom C20
dan atom C22 terjadi pemecahan rantai samping menjadi bentuk pregnenolon dan
asam isocaproat, pemecahan ini di samping adanya enzim 20β hidroksilasi dan 22 β hidroksilasi juga adanya
peran LH dalam meningkatkan aktivitas enzim.
Dari pregnenolan proses pembentukkan estrogen ada 2 cara yaitu :
1. Melalui Δ5 – 3 β hidroksi steroid Pathway / Pregnenolon pathway
2. Melalui Δ4 – 3 β ketone pathway / Progesteron pathway
Cara yang pertama melalui pembentukan dehidroepiandrosteron, sedangkan cara yang kedua melalui pembentukan progesterone. Progesteron dibentuk dari pregnenolon melalui penghilangan atom hidrogen dari C3 dan pergeseran ikatan ganda dari cincin B pada posisi 5-6 ke cincin A pada posisi 4-5, perubahan ini oleh adanya bantuan enzyme 3 β hidroksi dehidrogenase dan Δ4-5 isomerase, selanjutnya dengan bantuan enzyme 17α hidroksilase, progesteron akan diubah menjadi 17 hidroksi progesterone yang kemudian mengalami demolase menjadi bentuk testoteron, yang selanjutnya testosterone mengalami aromatisasi (pembentukan gugus hidroksi fenolik pada atom C3) menjadi estradiol (E2), sedangkan androstenedion juga dapat mengalami aromatisasi membentuk eston (E1) Proses aromatisasi androstenedion dipengaruhi juga oleh FSH.
Dari pregnenolan proses pembentukkan estrogen ada 2 cara yaitu :
1. Melalui Δ5 – 3 β hidroksi steroid Pathway / Pregnenolon pathway
2. Melalui Δ4 – 3 β ketone pathway / Progesteron pathway
Cara yang pertama melalui pembentukan dehidroepiandrosteron, sedangkan cara yang kedua melalui pembentukan progesterone. Progesteron dibentuk dari pregnenolon melalui penghilangan atom hidrogen dari C3 dan pergeseran ikatan ganda dari cincin B pada posisi 5-6 ke cincin A pada posisi 4-5, perubahan ini oleh adanya bantuan enzyme 3 β hidroksi dehidrogenase dan Δ4-5 isomerase, selanjutnya dengan bantuan enzyme 17α hidroksilase, progesteron akan diubah menjadi 17 hidroksi progesterone yang kemudian mengalami demolase menjadi bentuk testoteron, yang selanjutnya testosterone mengalami aromatisasi (pembentukan gugus hidroksi fenolik pada atom C3) menjadi estradiol (E2), sedangkan androstenedion juga dapat mengalami aromatisasi membentuk eston (E1) Proses aromatisasi androstenedion dipengaruhi juga oleh FSH.
Pembentukan
estrogen melalui pembentukkan dehidroepiandrossteron yaitu dengan cara
perubahan pregnenolon menjadi 17 hidroksi pregnenolon dengan bantuan enzim 17α hidroksilase, yang kemudian 17 hidroksi
pregnenolon mengalami desmolase membentuk dehidroepiandrosteron. Dengan bantuan
enzim 3β OH dehidrogenase serta Δ4-5 isomerase,
dehidroepiandrosteron diubah menjadi androstenedion dengan cara penghilangan
hydrogen dan atom C3 serta pergeseran ikatan ganda dari cincin B (posisi 5-6)
kecincin A (posisi 4-5), proses selanjutnya sintesis hormon estrogen sama
halnya seperti yang diperlihatkan melalui pembentukan progesteron.
Testosteron
dan dihidrotestosteron merupakan salah satu hormon yang termasuk jenis hormon
steroid golongan androgen yang dihasilkan oleh testis, dan dalam jumlah yang
lebih kecil oleh korteks adrenalin dan ovarium. Pada laki-laki, hormon androgen
mempunyai fungsi fisiologis seperti :
a. mengontrol
perkembangan dan pemeliharaan organ kelamin
b. mempengaruhi
kemampuan penampilan seksual
c. pertumbuhan
tulang rangka dan otot rangka
d. merangsang
perkembangan masa pubertas
Mekanisme kerja hormon androgen
Mekanisme kerja hormon androgen
Hormon
androgen dapat meningkatkan transkripsi dan atau translasi RNA khas pada
biosintesis protein. Testosteron oleh enzim 5α-reduktase diubah menjadi 5α-dehidrotestosteron
dan bentuk aktif ini dpat mengikat reseptor khas yang terdapat pada testis,
prostat, hipofisis dan hipotalamus. Pengikatan ini menyebabkan perubahan
konformasi dan menimbulkan pengaktifan kompleks androgen-reseptor.
Berdasarkan aktivitasnya, hormon androgen dibagi menjadi dua :
Berdasarkan aktivitasnya, hormon androgen dibagi menjadi dua :
1.
Senyawa androgenik
Contoh : testosteron,
metiltestosteron, fluoksimesteron, mesterolon, dan metandrostenolon.
2.
Senyawa anabolik
Contoh : oksimetolon, stanozolol, nandrolon,
dan etilestrenol
Mekanisme
Kerja Hormon Steroid
Hormon
steroid memiliki sifat lipid soluble sehingga dapat dengan mudah menembus
membran sel menuju sitoplasma. Di sitosol hormon steroid berikatan dengan
protein reseptor spesifik,membentuk suatu kompleks kemudian masuk ke nukleus
dan mengikat specific regulatory sites pada kromosom. Ikatan tersebut
mengaktifkan gen yang teregulasi melalui site tersebut kemudian menghasilkan
produk berupa protein spesifik ( Laksmindra, 2005).
Sumber
:
hormon
steroid spirit of veteriner.htm
smart_ebook Hormon Estrogen.htm
http://lilisusantibae.blogspot.com/2012/10/steroid.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar