Senyawa terpenoid
terdiri atas beberapa
unit isoprene, mempunyai struktur
siklik dengan satu atau lebih gugus fungsional berupa gugus hidroksil dan gugus
karbonil (Rusdi, 1988). Secara
kimia terpenoid larut
dalam lemak dan
terdapat di dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya terpenoid diekstraksi dari jaringan tumbuhan
dengan
memakai eter atau kloroform, dan dapat dipisahkan secara kromatografi pada
silika gel atau alumina menggunakan pelarut eter atau kloroform (Harborne, 1996).
Kebanyakan
peneliti berpendapat bahwa
fungsi terpenoid rendah
dalam tumbuhan, lebih
bersifat ekologi daripada
fisiologi. Banyak senyawa
ini yang menghambat
pertumbuhan tumbuhan pesaingnya
dan dapat bekerja
sebagai insektisida atau
berdaya racun terhadap
hewan tinggi (Robinson,1995). Contoh senyawa yang
termasuk terpenoid dapat
dilihat pada Gambar
4. Salah satu senyawa terpenoid
yang mempunyai aktivitas
antijamur adalah (R)-6-[(Z)-1- heptenil]-5,6-dihidro-2H-piran-2-one
yang diisolasi dari Hyptis ovalifolia Benth. Senyawa ini
menunjukkan aktivitas antijamur
secara in vitro
terhadap Microsporum canis, Microsporum
gypseum, Tricophyton mentagrophytes, dan Tricophyton rubrum.
Metode Pengujian Aktivitas Antijamur
Prinsip
umum dalam menentukan
aktivitas antijamur adalah
dengan melihat adanya
hambatan pertumbuhan jamur.
Zat antijamur dapat
diperoleh dari hasil
fermentasi, sintetik, dan
dari/hasil isolasi tanaman.
Metode untuk pengujian
antijamur adalah metode difusi agar. Metode ini dibagi menjadi tiga
yaitu metode lubang, metode gores silang
dan metode cakram kertas.
a. Metode Lubang/Perforasi
Jamur uji yang
umurnya 18-24 jam
disuspensikan ke dalam
media agar pada suhu
sekitar 45°C. Suspensi
jamur dituangkan ke
dalam cawan petri
steril. Setelah agar memadat,
dibuat lubang-lubang dengan
diameter 6 mm
kemudian dimasukkan larutan zat
yang akan diuji
aktivitasnya sebanyak 20µL
dan diinkubasi pada suhu 37°C
selama 18-24 jam. Aktivitas antijamur dapat dilihat dari daerah bening yang mengelilingi lubang
perforasi(Anonim, 1993).
b.
Metode Gores Silang
Zat yang akan
diuji diserapkan ke
dalam kertas saring
dengan cara meneteskan pada kertas saring kosong larutan
antijamur sejumlah volume tertentu dengan kadar tertentu.
Kertas saring tersebut
diletakkan di atas
permukaan agar padat,
kemudian digores dengan
suspensi jamur 90%
pada agar melalui
kertas saringnya, diinkubasi
selama 18-24 jam pada suhu 37°C. Aktivitas antijamur dapat dilihat
dari daerah bening
yang tidak ditumbuhi
jamur dekat kertas
saring
c. Metode Cakram Kertas
Zat yang akan
diuji diserapkan ke
dalam cakram kertas
dengan cara meneteskan
pada cakram kertas
kosong larutan antijamur
sejumlah volume tertentu dengan kadar tertentu pula. Cakram
kertas diletakkan di atas permukaan agar
padat yang telah dituangkan jamur sebelumnya. Cawan petri diinkubasi pada suhu 30°C selama 2 sampai 4 hari. Aktivitas
antijamur dapat dilihat dari daerah hambat
di sekeliling cakram kertas.
Percobaan Pengujian Aktivitas Antijamur
Ekstrak Metanol
Ekstrak metanol kental yang didapatkan dari ekstraksi
maserasi, kemudian dilakukan pengujian
aktivitas antijamur untuk mengetahui apakah ekstrak metanol mempunyai aktivitas antijamur atau tidak. Uji
aktivitas antijamur ekstrak methanol dilakukan
terhadap jamur C. albicans, Tricophyton sp, A. niger dan M. gypseum. Penelitian menggunakan 2
metode yaitu, metode difusi
agar yang diberi lubang
(metode perforasi) dengan
diameter lubang 6 mm untuk
C. albicans karena pertumbuhan jamur ini merata pada
media agar dan hifa yang dimiliki oleh jamur
C. albicans ini pendek, sedangkan untuk jamur uji A. niger, Tricophyton .sp dan M.
gypseum menggunakan metode
gores silang, karena
pertumbuhan jamur ini tidak merata
pada bagian media
agar dan mempunyai
hifa yang panjang.
Penelitian ini menggunakan 4 jamur uji dengan tujuan
untuk mengetahui ekstrak metanol
tersebut positif sebagai antijamur
terhadap semua jamur uji atau hanya
terhadap jamur tertentu saja. Ekstrak metanol
tersebut dibuat beberapa
konsentrasi dengan melarutkannya
dalam pelarut Dimetil
Sulfoksida (DMSO). DMSO
digunakan sebagai pelarut
untuk kontrol negatif,
karena DMSO merupakan
pelarut polar aprotik, tidak berwarna yang dapat melarutkan
senyawa polar dan nonpolar yang mempunyai range
luas dari pelarut
organik seperti halnya
air dan tidak mempunyai aktivitas
biologi. Titik didihnya
tinggi sehingga menguap
secara perlahan pada
tekanan udara normal
dan titik bekunya
juga tetap tinggi dan
DMSO tidak aktif
sebagai antijamur yang
telah dilakukan dan dibuktikan
dalam penelitian Harliana, 2006.
Pembahasan
Ekstrak metanol
aktif menghambat pertumbuhan jamur C. albicans. Ekstrak metanol tidak aktif
menghambat pertumbuhan jamur A. niger, Tricophyton sp, dan M. gypseum. Hal ini
ditunjukkan dengan tidak adanya daerah bening. Penelitian
Harliana menunjukkan bahwa
ekstrak metanol pare belut
dapat menghambat pertumbuhan jamur C.
albicans sedangkan untuk ketiga jamur lainnya
tidak dapat menghambat
pertumbuhan jamurnya, sehingga
untuk selanjutnya dilakukan uji
antijamur hanya terhadap jamur C. albicans saja.
Permasalahan:
Dari artikel di atas, bagaimanakah cara kerja senyawa terpenoid
dalam tumbuhan pare sehingga dapat menjadi antijamur? Apakah dalam melawan
jamur senyawa terpenoid ini bekerja secara spesifik hanya pada jamur itu
sendiri atau dapat mempengaruhi gangguan-gangguan tubuh yang lain?
menurut salah satu literatur yang saya baca Pare belut ( trichosantes anguina L.) merupakan tumbuhan yang telah diteliti memiliki unsur-unsur yang bermanfaat untuk pengobatan. Penapisan fitokimia dan uji penegasan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) terhadap ekstrak kloroform menunjukkan adanya golongan alkaloid, tanin, fenolat, flavonoid, dan terpenoid.yang berfungsi sebagai antioksidan, antibakteri dan antifungi .6-7 Efek antifungi pada pare belut memiliki efek yang berpengaruh
BalasHapusdalam penghambatan pembentukan sitokin yang dihasilkan oleh keratinosit sebagai reaksi pertahanan tubuh terhadap infeksi.
Terpen atau terpenoid aktif terhadap bakteri, fungi, virus, dan protozoa. Mekanisme kerja terpen belum diketahui dengan baik dan dispekulasi terlibat dalam perusakan membran sel oleh senyawa lipofilik (Indobic,2009). Mekanisme kerja antibakteri pada umumnya menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengiritasi dinding sel, menggumpalkan protein bakteri sehingga terjadi hidrolisis dan difusi cairan sel yang disebabkan karena perbedaan tekanan osmose.
untuk yg lbih spesifik nya saya belum mengetahui jawaban dari pertanyaan saudari, untuk itu maaf jika pertanyaan saya belum tepat. trims semoga dapat membantu