Senin, 30 Desember 2013

UJIAN AKHIR SEMESTER KIMIA BAHAN ALAM

1.    Temukan dua senyawa alkaloid yang berisomer satu sama lain. Tuliskan struktur lengkap dan sumber darimana kedua senyawa tersebut ditemukan (link, referensi dsb).
Jawab:

Dua senyawa alkaloid yang berisomer satu sama lain yaitu quinolin dan isoquinolin. Kedua senyawa ini berisomer struktur. Kedua senyawa ini tergolong dalam alkaloid dengan atom N heterosiklik. Berikut strukturnya:
Quinolin dan isoquinolin, merupakan basa lemah (pKb masing-masing 9,1 dan 8,6). Dapat mengalami substitusi elektrofilik pada posisi C5 dan C8 dengan posisi penyerangan adalah α. Quinolin dapat diperoleh dari tumbuhan kina seperti kinin, kinidina dan sinkonidin serta sinkonidina memiliki bioaktivitas sebagai antimalaria. Kinin dan kinidin mengandung grup metoksi dan merupakan stereoisomer. Kinina dan kinidina memperlihatkan fluorescence biru jika ditambahkan oxygenated acid seperti asam sulfat dan disinari dengan sinar ultraviolet. Sinkonidin dan sinkonidina tidak mengandung grup metoksi dan merupakan stereoisomer serta tidak memperlihatkan fluorescence. Kinin dan sinkonidin cinchonidine dengan asam tartart akan membentuk garam yang tidak larut dan mempunyai bidang putar ke kiri (levorotary), sementara kinidin dan sinkonidin dengan asam tartart membentuk garam yang dapat larut serta mempunyai bidang putar ke kanan (dextrorotatory).
 Sedangkan isoquinolin dapat diperoleh dari daging dan biji buah mahkota dewa dan memiliki bioaktivitas berupa toksisitasnya tcrhadap sel normal dan sel kanker serta aktivitas anti-prolifcrasi dan pro-apoptosi.
Sumber:
km.ristek.go.id/assets/files/BPPT/361%20-%20D%20.../361.pdf
  Sunarya, Yayan dan Setiabudi, Agus.2007.Mudah dan Aktif Belajar Kimia. Bandung : PT Setia Purna Inves.

1.     (a.) Usulkan teknik isolasi dan pemurnian kedua senyawa yang berisomer tersebut!
(b.) Jelaskan alasan dan pemilihan pelarut untuk ekstraksi/pemurnian/isolasi tersebut!
Jawab:
a.    isolasi dan pemurnian kedua senyawa yang berisome
1.    Isolasi dan pemurnian quinolin (kinin)
Cara 1:
Serbuk kulit batang kina diekstraksi dengan kepolaran meningkat menggunakan pelarut n-Heksana, etil asetat, dan metanol. Ekstrak yang digunakan untuk penelitian lebih lanjut adalah ekstrak metanol. Ekstrak metanol difraksinasi menggunakan metode ekstraksi cair – cair. Penapisan fitokimia menunjukkan bahwa simplisia kulit batang kina mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid, tanin, kuinon, saponin, dan steroid/triterpenoid. Penapisan fitokimia ekstrak metanol mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid, tanin, dan steroid/triterpenoid. Ekstrak metanol dilanjutkan ke fraksinasi tahap I menggunakan metode ekstraksi cair – cair. Pelarut yang digunakan adalah air dan diklorometana. Berdasarkan hasil pemantauan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT), fraksi air memberikan hasil positif terhadap penampak bercak sitroborat sehingga fraksi tersebut dapat dilanjutkan ke fraksinasi tahap II yaitu dilakukan dengan kromatografi kertas menggunakan kertas Whatman no. 3 dan pengembang asam asetat 5%. Pita yang memberikan hasil positif terhadap penampak bercak aluminium klorida 5% dalam metanol dijadikan acuan pengguntingan pita. Pita hasil pengguntingan direndam dalam metanol selama 24 jam. Pemantauan terhadap hasil perendaman pita kromatografi kertas dalam metanol menunjukkan adanya tiga bercak sehingga perlu dilakukan pemurnian. Pemurnian dilakukan dengan menggunakan KLT preparatif. Pita yang dijadikan acuan pengerokan adalah pita yang berwarna ungu di bawah lampu ultraviolet λ 366 nm. Hasil uji kemurnian dengan KLT pengembangan tunggal dan KLT dua dimensi menunjukkan hanya ada satu bercak setelah penambahan penampak bercak asam sulfat 10% dalam metanol. Bercak juga memberikan hasil positif terhadap penampak bercak sitroborat, tetapi memberikan hasil negatif terhadap penampak bercak Dragendorff. Isolat dikarakterisasi menggunakan penampak bercak spesifik dan spektrofotometer UV – sinar tampak menggunakan pereaksi geser. Pita I isolat berada pada panjang gelombang (λ) 320 nm, sedangkan pita II isolat berada pada λ = 275 nm. Hasil karakterisasi dengan menggunakan pereaksi geser menunjukkan bahwa senyawa merupakan flavon atau flavonol. Hasil karakterisasi menggunakan kromatografi kertas dua dimensi menggunakan pengembang butanol – asam asetat – air (4:1:5) dan asam asetat 15% menunjukkan bahwa isolat merupakan flavonol 3-O-monoglik. Dengan demikian, isolat diduga merupakan senyawa flavonol yang memiliki gugus hidroksi pada C-5 dan satu gugus gula yang tersubstitusi pada C-3.
Cara 2:
Bahan baku terlebih dahulu dilakukan analisa untuk melihat komposisi alkaloid sisa. Untuk tujuan proses isolasi kinin, maka digunakan bahan baku yang masih mempunyai kandungan kinin cukup tinggi. Proses isolasi kinin secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 4.1.Bahan baku alkaloid sisa sebanyak 650 kg diekstraksi dengan menggunakan toluen teknis sebanyak 2400 I. Proses ektraksi dilakukan dalam reaktor berpengaduk yang dilengkapi dengan jaket pemanas dan pendingin reaktor. Selain itu reaktor juga dihubungkan ke unit penukar panas yang berada di luar reaktor. Proses ekstraksi dilakukan pada temperatur 90°C selama 2 jam. Untuk mencegah kehilangan pelarut karena penguapan, maka uap pelarut dikondensasikan melalui alat penukar panas dan selanjutnya kondensat diumpankan kembali ke dalam reaktor. Proses refluk terjadi di reaktor R2 selama 2 jam. Setelah semua alkaloid terlarut, selanjutnya
dilakukan pendinginan hingga mencapai suhu 60°C. Larutan organik yang kaya poduk selanjutnya ditransfer secara vakum dari tangki R2 ke tangki berpengaduk R1. Setelah selesai transfer, slem (pasta hitam yang tidak dapat larut dalam toluen) yang ada di dasar tangki R2 ditambah air secukupnya (100- 200 L) untuk dilakukan recovery toluen yang terperangkap di dalam slem dengan cara distilasi. Setelah diperoleh toluen hasil distilasi sebanyak 200 liter, kemudian slem yang bebas toluen dikeluarkan dari tangki R2 untuk dibuang. Larutan toluen yang kaya produk selanjutnya didinginkan hingga temperatur 30 °C. Krista! akan terbentuk, selanjutnya disentrifuse untuk memisahkan produk dengan larutan induk. Setelah diperoleh produk dalam bentuk tepung, selanjutnya ditambah dengan air sebanyak 200 L dan diasamkan dengan menggunakan asam sulfat encer sehingga pH menjadi 3.17 Larutan selanjutnya dipanaskan hingga temperatur 90°C dan dilakukan pengadukan selama 15 menit.
Selanjutnya dilakukan kristalisasi dengan cara pembasaan. Proses pembasaan dilakukan dengan menggunakan sodium carbonat jenuh hingga pH 5 dengan temperatur 60°C. Setelah pH 5 tercapai, proses pembasaan dilanjutkan dengan menggunakan sodium bicarbonat hingga pH 6. Setelah pH tercapai, pengadukan dilanjutkan selama 15 menit. Selanjutnya pengaduk dimatikan sehingga kristal yang terbentuk akan mengendap ke bawah. Pemisahan produk dari cairan dilakukan dengan menggunakan sentrifuse. Produk kristal yang diperoleh selanjutnya dicuci dengan air panas pada temperatur dan disentrifuse kembali. Produk yang berupa kinin sulfat crude selanjunya diangin-anginkan untuk mengurangi kadar air serta dilakukan penghancuran sehingga diperoleh bentuk serbuk.
Sumber:
nadjeeb.files.wordpress.com/2009/10/bahan-kuliah-fito-2.pdf.diakses pada tanggal Desember 2013
km.ristek.go.id/assets/files/BPPT/361%20-%20D%20.../361.pdf diakses pada tanggal Desember 2013
167.205.50.50/workshop21032013/gdl.php?mod=browse... diakses pada tanggal Desember 2013
2.    Isolasi dan pemurnian isoquinolin
Isolasi pendahuluan dilakukan terhadap ekstrak etanol dengan metode pembentukan garam alkaloid. Asam yang digunakan HCI 0,1 N dan basa alkaloid dibebaskan dengan NIUOH. Basabebas alkaloid diekstrak ke dalam kloroform dan etil asetat, kemudian dilakukan pemisahan senyawa menggunakan KLT. Ekstrak alkaloid daging buah mahkota dewa dalam kloroform mengandung senyawa berfluoresensi biru terang di bawah sinar UV 366 nm, sedangkan alkaloid dalam ekstrak etil asetat mengandung senyawa berfluoresensi hijau terang di bawah sinar UV 366 nm. Senyawa berfluoresensi biru terang diperkirakan merupakan senyawa alkaloid.
Selanjutnya dilakukan pemurnian senyawa alkaloid dalam ekstrak kloroform dengan metode KLTP pada plat silika gel GF254 dengan fasa gerak kloroform:ascton (5:1). Metode KLTP menghasilkan 8 bercak, dengan 3 bercak diantaranya berfluoresensi biru terang, kuning dan biru tua di bawah sinar UV366nm dan memiliki harga Rf berturut-turut 7,14 ; 82,86 dan 90,86. Identifikasi warna terhadap ketiga senyawa menunjukkan hasil yang positif untuk alkaloid. Analisis 1R dan UV-Vis ketiga senyawa tersebut berturut-turut menunjukkan alkaloid golongan indol, isokuinolin dan steroidal.
Sumber:
lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/2435_endang%20astuti.pdf
b.    Alasan dan pemilihan pelarut untuk ekstraksi/pemurnian/isolasi!
Pada dasarnya, Karakter dasar berbagai alkaloid digunakan untuk mengisolasinya. Alkaloid diambil ke dalam larutan asam berair (umumnya asam hidroklorida, sitrat, atau tartarat) dan komponen netral atau bersifat asam dari campuran asal dipisahkan dengan ekstraksi pelarut. Setelah larutan berair dibasakan, maka alkaloid diperoleh dengan ekstraksi ke dalam pelarut yang sesuai. Kebanyakan alkaloid tidak larut dalam proteleum eter. Namun demikian ekstrak harus di cek untuk mengetahui adanya alkaloid dengan menggunakan salah satu pereaksi pengendap alkaloid seperti disebutkan diatas. Bila sejumlah alkaloid larut dalam proteleum eter, maka bahan tanaman pada awal ditambah dengan asam berair untuk mengikat alkaloid sebagai garamnya (Sastrohamidjojo, 1996).
Adapun syarat-syarat pelarut yang akan digunakan dalam isolasi dan pemurnian senyawa antara lain sebagai berikut:
1.      Pelarut yang mudah menguap, contoh : heksan, eter, petroleum eter, metil klorida dan alkohol
2.      Titik didih pelarut rendah.
3.      Pelarut tidak melarutkan senyawa yang diinginkan.
4.      Pelarut terbaik untuk bahan yang akan diekstraksi.
5.      Pelarut tersebut akan terpisah dengan cepat setelah pengocokan.
6.       Sifat sesuai dengan senyawa yang akan diisolasi, pelarut itu bergantung padat tingkatannya, polar atau non polar. Zat yang polar larut dalam pelarut polar dan zat non polar larut dalam pelarut nonpolar.
Mengacu pernyataan di atas, maka dapat diketahui bahwa pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like dissolves like. Hal ini berarti untuk memisahkan sampel yang bersifat polar digunakan sistem pelarut yang bersifat Polar, begitu juga sebaliknya jika non polar.Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan secara berurutan pelarut – pelarut organik dengan kepolaran yang semakin menigkat. Dengan memperhatikan hal tersebut, sehingga pada proses isolasi dan pemurnian senyawa alkaloid dapat menggunakan pelarut dengan kepolaran semakin meningkat seperti n-heksan, etil asetat, etanol dan metanol. Hal ini dikarenakan umumnya basa bebas alkaloid hanya dapat larut dalam pelarut organik, sedangkan yang larut alam air berupa garam alkaloid dan alkaloid quartener serta beberapa pseudoalkalod dan protoalkaloid.
Sumber:
http://yolanisyaputri.blogspot.com/2012/01/sokletasi.html. Diakses pada tanggal 21 Desember 2013
nadjeeb.files.wordpress.com/2009/10/bahan-kuliah-fito-2.pdf. Diakses pada tanggal 21 Desember 2013
3.    Usulkan tahap2 biosintesis kedua senyawa tersebut dengan reaksi2 kimia organik. Jelaskan dasar referensinya (sumber,link)!
Jawab :
Tahap biosintesis senyawa quinolin
Bahan awal untuk sintesis quinoline ini adalah aldehida o-aminoaryl atau keton dan keton memiliki gugus α-metilen. Setelah amino-keton kondensasi awal, mengalami menengah dasar-atau asam-katalis cyclocondensation untuk menghasilkan turunan quinoline.
Mekanisme Sintesis Friedlaender:

Sintesis yang cepat dan efisien Quinoline poli-tersubstitusi dibantu oleh p-toluena sulfonat dalam kondisi bebas pelarut: studi banding iradiasi gelombang mikro terhadap pemanasan konvensional(C.-S. Jia, Z. Zhang, S.-J. Tu, G.-W. Wang, Org. Biomol. Chem., 2006, 4, 104-11)
Quinoline dapat disintesis dari anilines sederhana menggunakan sejumlah reaksi berikut:
Sintesis Skraup menggunakan besi sulfat , gliserol , anilin , nitrobenzene , dan asam sulfat sejumlah proses lain ada , yang membutuhkan anilin khusus tersubstitusi atau senyawa terkait:
Knorr sintesis quinoline adalah reaksi organik intramolekul mengkonversi β-ketoanilide ke 2-hydroxyquinoline menggunakan asam sulfat. Reaksi ini pertama kali dijelaskan oleh Ludwig Knorr (1859-1921) pada tahun 1886 [1]. Knorr quinoline sintesis adalah reaksi jenis substitusi aromatik elektrofilik disertai dengan eliminasi air. Sebuah studi 1964 menemukan bahwa dengan kondisi reaksi tertentu pembentukan 4-hydroxyquinoline adalah reaksi bersaing. [2] Sebagai contoh, benzoylacetanilide senyawa (1) membentuk 2-hydroxyquinoline (2) dalam kelebihan besar asam polifosfat (PPA) tapi 4-hydroxyquinoline 3 bila jumlah PPA kecil. Sebuah mekanisme reaksi mengidentifikasi N, A menengah O-dicationic dengan kelebihan asam yang mampu cincin-penutupan dan monocationic antara B yang fragmen untuk anilin dan (akhirnya) asetofenon. Anilin bereaksi dengan setara lain benzoylacetanilide sebelum membentuk 4-hydroxyquinoline.

Sebuah studi 2007 [3] merevisi mekanisme reaksi dan berdasarkan spektroskopi NMR dan perhitungan teoritis O, O-dicationic menengah (superelectrophile a) di atas N, O dicationic menengah. Untuk tujuan preparatif asam triflic dianjurkan: Knorr Siklisasi dengan triflic Sai asam 2007:
Combes quinoline sintesis adalah reaksi kimia, yang pertama kali dilaporkan oleh Combes pada tahun 1888. Ini melibatkan kondensasi anilines tersubstitusi (1) dengan β-diketones (2) untuk membentuk Quinoline diganti (4) setelah penutupan cincin asam-katalis dari basis Schiff menengah (3). The Combes sintesis quinoline sering digunakan untuk mempersiapkan backbone quinoline 2,4-tersubstitusi dan unik karena menggunakan substrat β-diketon, yang berbeda dari persiapan quinoline lainnya, seperti sintesis Conrad-Limpach dan reaksi Doebner.
Mekanisme:

Conrad-Limpach sintesis adalah kondensasi anilines (1) dengan β-ketoester (2) untuk membentuk 4-hydroxyquinolines (4) melalui basis Schiff (3). Jenis Reaksi keseluruhan adalah kombinasi dari kedua reaksi penambahan serta reaksi re-arrangement.
Mekanisme:

Mekanisme ini dimulai dengan serangan anilin pada kelompok keto dari β-ketoester untuk membentuk tetrahedral menengah. Oksida baru terbentuk kemudian dua kali terprotonasi untuk membentuk dasar Schiff, yang kemudian mengalami keto-enol tautomerization sebelum penutupan cincin electrocyclic. Mekanisme ini diakhiri dengan penghapusan alkohol, serangkaian transfer proton, dan tautomerization keto / enol untuk membentuk 4-hydroxyquinoline, produk akhir dari Sintesis Conrad-Limpach.
Doebner reaksi reaksi kimia dari anilin dengan asam aldehida dan piruvat untuk membentuk asam quinoline-4-karboksilat:
Niementowski sintesis quinoline adalah reaksi kimia asam antranilat dan keton (atau aldehida) untuk membentuk turunan γ-hydroxyquinoline:
Suhu yang diperlukan untuk reaksi ini membuatnya kurang populer dibanding prosedur sintetis quinoline lainnya. Namun, variasi telah diusulkan untuk membuat reaksi yang lebih pragmatis dan berguna. Menambahkan oksiklorida phorphorous ke dalam campuran reaksi untuk menengahi kondensasi untuk membuat kedua isomer dari prekursor penting untuk antagonis α1-adrenoreseptor penting. [8] Ketika 3 posisi suatu arylketone digantikan, telah menunjukkan bahwa reaksi Niementowski-jenis dengan asam propionat dapat menghasilkan 4-Hydroxyquinoline dengan 2-thiomethyl pengganti. [9] metode ini juga telah diubah terjadi dengan sejumlah katalis basa, [10] atau dengan adanya asam polifosfat.
Karena kesamaan ini untuk reagen di Friedlander sintesis kuinolin , sebuah benzaldehida dengan aldehida atau keton , mekanisme sintesis Niementowski Quinoline minimal berbeda dari sintesis Friedlander . Reaksi ini diperkirakan mulai dengan pembentukan basis Schiff , dan kemudian lanjutkan melalui kondensasi intra - molekul untuk membuat imin menengah. Ada kemudian kehilangan air yang mengarah ke penutupan cincin dan pembentukan turunan quinoline . Kebanyakan bukti yang mendukung ini sebagai mekanisme dalam kondisi normal 120-130 derajat C. Atau , reaksi dimulai dengan kondensasi antarmolekul dan pembentukan selanjutnya dari imin intermediate. Mekanisme untuk Sintesis Quinoline Niementowski:
Pfitzinger Reaksi (juga dikenal sebagai reaksi Pfitzinger-Borsche) adalah reaksi kimia isatin dengan dasar dan senyawa karbonil untuk menghasilkan asam quinoline-4-karboksilat tersubstitusi.
Mekanisme:
Sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/Doebner_reaction diakses pada tanggal 19 Desember 2013
http://en.wikipedia.org/wiki/Pfitzinger_reaction. diakses pada tanggal 19 Desember 2013
a.       Tahap biosintesis senyawa isoquinolin
1. Bischler Napierlaski



2. Pictet - Spengler



3. Pomeranz - Fritsch



Sumber:

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1842/1/06003489.pdf.Diakses pada tanggal 20 Desember 2013

1.    Tentukan bagaimana cara mengelusidasi struktur lengkap dari kedua senyawa tersebut!
Jawab:
Cara untuk mengelusidasi struktur lengkap dari kedua data tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode analisis antara lain seperti, UV-Vis, IR, NMR-1H, NMR-13C, serta dikombinasikan dengan NMR 2 dimensinya.
1.    Spektroskopi ultraviolet-visibel (UV-Vis)
 Spektroskopi UV-Vis akan memberikan spektrum UV-Vis yaitu kurva hubungan panjang gelombang  vs absorbans atau logaritma. Spektrum UV-Vis menginformasikan panjang gelombang maksimum dan absorpsivitas molar. Interpretasi spektra UV-Vis akan diperoleh informasi keberadaan gugus kromofor, ikatan rangkap terkonjugasi dalam struktur kimia senyawa yang diperiksa. Kontribusi spektroskopi UV-Vis memang tidak  sebesar kontribusi spektroskopi yang lain pada elusidasi struktur, namun informasi yang diberikan tidak dapat digantikan oleh spektroskopi yang lain. Spektroskopi UV-Vis dominan digunakan pada analisis kuantitatif sehubungan dengan diimplementasikan hukum Lamber-Beer. Yaitu perhitungan kadar analit di dalam larutan berbanding lurus dengan absorbannya pada panjang gelombang tertentu. 
2.    Spektroskopi Inframerah
Seperti halnya spektroskopi UV-Vis, spektroskopi inframerah akan memberikan spektrum inframerah yaitu kurva hubungan bilangan gelombang atau panjang gelombang  vs transmitans. Umumnya pada publikasi ilmiah menggunakan bilangan gelombang   11 vs transmitans. Spektrum inframerah akan di dapat informasi adanya gugus fungsional pada molekul. 
3.    Spektroskopi resonansi magnetik nuklir (NMR)
Spektroskopi resonansi magnetik nuklir dapat berupa 1H-NMR dan 13C-NMR atau nuklir atom lainnya. Pada spektrum NMR dapat dibedakan adanya perbedaan geser-kimiawi kelompok proton satu dengan kelompok proton lainnya. Demikian juga perbedaan geser-kimiawi atom karbon satu dengan karbon yang lain. Spektrum 1H-NMR akan memberikan informasi keberadaan proton yaitu jumlah kelompok dan banyaknya proton pada masing-masing kelompok serta menunjukkan posisinya pada struktur molekul. Sedangkan 13C-NMR memberikan informasi jumlah dan macamnya atom karbon di dalam molekul itu. Spektrum 13C-NMR sering dilengkapi dengan  Distortionless Enhancement by Polarization Transfer (DEPT) yaitu spektrum 13C-NMR yang menginformasikan jumlah atom C primer, sekunder, tersier dan kuarterner dengan lebih jelas. Pada perkembangannya, 1H-NMR dan 13C-NMR ini dikombinasikan menjadi apa yang disebut  Two Dimensional NMR (2D-NMR). Sebagai contoh:  Correlated Spectroscopy (COSY), Nuclear Overhausser Effect Spectroscopy (NOESY),  Heteronuclear Multiple Quantum Coherence (HMQC), Heteronuclear Multiple Bond Connecttivity (HMBC). Tujuan 2D-NMR adalah memberikan konfirmasi letak proton dan atom karbon pada struktur molekul.      
4.    Spektroskopi massa (MS) 
Sebenarnya pada spektroskopi massa terjadinya spektrum bukan akibat karena interaksi gelombang elektromagnetik dengan materi, namun karena manfaatnya sangat mendukung informasi dari spektroskopi lainnya, maka spektroskopi massa dipelajari bersama dengan spektroskopi yang lain untuk elusidasi struktur. Pada spektroskopi massa molekul yang berbentuk gas diionkan, metode awal pengionan adalah dengan cara; molekul berbentuk gas ditembak elektron, kemudian ion molekul yang terjadi mengalami fragmentasi menghasilkan ion-ion anakan. Ion-ion ini kemudian dipisahkan atas 12 dasar perbedaan m/z dan kelimpahannya, direkam sebagai spektrum massa.  Teknik pengionan dikembangkan untuk tujuan tertentu dan sekarang dikenal teknik pengionan  Chemical Ionization  (CI), Fast Atom Bombardment (FAB), Field  Ionization (FI), Field Desorption (FD), Plasma Desorption (PD), Matrix Assisted LASER Desorption Ionization (MALDI), Electrospray Ionization (ESI)  dll. Teknik memisahkan ion, awalnya menggunakan penganalisa magnetik, dan elektrostatik. Namun kemudian ditemukan alat penganalisa lain yang lebih baik misalnya:  quadrupole, time of flight,  Ion Cyclotron Resonance dll. Pada  quadrupole digunakan gelombang elektro-magnetik pada frekuensi radio. Spektrum massa merupakan kurva hubungan kelimpahan relatif ion fragmen  vs m/z dari ion. Dari spektrum massa diperoleh informasi massa molekul dan massa ion fragmen beserta kelimpahan relatifnya. Adanya ion-ion fragmen berguna untuk menyusun reaksi fragmentasi yang terjadi, yang memberikan konfirmasi struktur  molekul yang diusulkan. Dengan perkembangan teknologi maka sekarang dikenal kromatografi yang kombinasikan spektroskopi massa, misalnya;  Gas Chromatography-Mass (GC-MS), Liquid Chromatography-Mass (LC-MS), Capillary Electrophoresis-Mass (CE-MS) dan  Liquid Chromatography-Mass tandem Mass (LC-MS/MS). Instrumen yang terakhir ini beberapa laboratorium kimia di Indonesia sudah memiliki untuk kepentingan analisis kualitatif dan utamanya untuk analisis kuantitatif.
Berdasarkan literatur (Cordell, 1981), untuk isolat yang mengandung inti quinolin mempunyai serapan inframerah yang khas pada daerah1271 cm-1, 1360 cm-1, dan 1505 cm-1. Serapan ini diperkuat oleh spektroskopi ultraviolet dansinar tampak yang menunjukkan adanya tiga buah panjang gelombang maksimum pada daerah 230 nm, 266 nm dan 351 nm dalam pelarut metanol. Alkaloid yang mengandung inti kuinolin mempunyai serapan inframerah yang khas pada daerah 1235 cm-1, 1510 cm-1 dan 1030 cm-l atau 1619 cm-1. Serapan ini diperkuat oleh spektroskopi ultraviolet dan sinar tampak yang menunjukkan adanya tiga buah panjang gelombang maksimum pada daerah 236 nm, 278 nm dan 332 nm dalam pelarut etanol.
Untuk contoh elusidasi struktur isolat yang mengandung quinolin maupun isoquinolin dapat diambil satu contoh yaitu isolat senyawa alkaloid piridin dari batang kayu kuning (Arcangelisia Flava Merr). Hal ini dikarenakan quinolin dan isoquinolin merupakan kelompok senyawa alkaloid yang memiliki inti piridin. Adapun hasil elusidasi struktur isolatnya adalah sebagai berikut:
Dengan spektroskopi inframerah. Serapan tajam pada daerah 3683,8 dan 3629,8cm-1 menunjukkan adanya gugus H-N-H (amina primer). Hal ini diperkuat oleh adanya serapan -NH bengkokan pada 1521,7 cm-l. Terdapatnya gugus ammonium (-N+-H) dalam senyawa ini ditunjukkan oleh serapan tajam pada 2399,3 cm-1. Atom N (nitrogen) yang terdapat dalam senyawa ini diperkuat lagi oleh serapan tajam pada 1334,6 cm-1 oleh gugus -C- N. Senyawa ini, juga mengandung gugus -O-H(hidroksi) yang ditunjukkan oleh serapan melebar pada daerah 3448,5 cm-1, dan diperkuat oleh serapan gugus -C-O pada 1016,4cm-1. Serapan bersama-sama pada daerah3020,3 cm-l, 758,0 cm-1(serapan di luar  bidang), 1602,7 cm-l dan 1475 cm-1 menunjukkan adanya gugus aromatis. Serapan tajam-lemah pada daerah 1654,8 cm-l menunjukkan bahwa gugus aromatis tersebut adalah inti piridin. Adanya inti piridin ini diperkuat oleh serapan tajam-sedang pada daerah 929,6 cm-1 yang merupakan serapan subtituen piridin. Gugus lain yang terdapat didalam senyawa ini adalah metilen (-CH2-) yang ditunjukkan oleh serapan bersama pada 2976cm-1 dan 2945,1 cm-l serta 2839,0 cm-l. (asimetri dan simetri) dan diperkuat oleh serapan –CH2- rentangan pada daerah 1421,4 cm-l
Hasil analisis senyawa dengan harga Rf 0,78 menggunakan spektroskopi ultraviolet dan sinar tampak diperoleh panjang gelombang maksimum pada daerah 242 nm,sedangkan berdasarkan data spektroskop inframerah, senyawa alkaloid dalam batang kayu kuning tersebut mengandung gugus-gugus -N-H primer, amonium, -OH, metilen dan inti piridin sehingga senyawa alkaloid tersebut termasuk kelompok alkaloid piridin. Akan tetapi pada proses elusidasi ini baru menggunakan 3 jenis metode analisis saja, untuk elusidasi dengan NMR dan lainnya belum dilakukan.
Sumber:
Simple  November 2012.htm. Diakses pada tanggal 24 Desember 2013
http://www.scribd.com/doc/157814771/126-236-1-SM. Diakses pada tanggal 24 Desember 2013
bpk.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/download/2144/1137. Diakses pada tanggal 24 Desember 2013
http://www.slideshare.net/dharma281276/126-2361sm#. Diakses pada tanggal 24 Desember 2013